"Indonesia kembali berduka..." inilah status dalam sebuah jejaring sosial seorang dosen saya, Mr. Nico Wattimena. Singkat, padat dan membuat saya berpikir itulah faktanya, memang singkat, padat, dan tragis. Sejak hari Kamis, 10 Mei 2012, hampir seluruh program acara di stasiun TV Indonesia menyiarkan berita mengenai jatuhnya pesawat Sukhoi SuperJet 100 atau Sukhoi SSJ 100 di area Cijeruk, Bogor. Peristiwa ini menarik mata internasional pada Indonesia, khusunya para pengamat dunia aviasi. Kejadian yang tak terduga tersebut menewaskan kurang lebih 45 orang dari 47 orang yang terdaftar sebagai penumpang pesawat jet tersebut, sementara 2 orang lain telah mengklarifikasi pada pihak media bahwa mereka membatalkan rencana dan tidak termasuk dalam sejumlah korban yang namanya telah diumumkan. Keluarga para korban menunggu di Bandara Halim Perdana Kusuma.
Rabu, 9 Mei 2012 adalah waktu bagi Pesawat Sukhoi SuperJet 100 mengadakan unjuk kebolehan sebagai rangkaian road show yang dilakukan oleh pabrik Sukhoi Civil Aircraft di depan para eksekutif penerbangan di enam negara Asia yang dimulai pekan sebelumnya, Sukhoi telah melalukan joy flight di Myanmar, Pakistan dan Kazakhstan. Rencananya, setelah Indonesia, Superjet 100 itu akan mengunjungi Laos dan Vietnam. Pesawat itu dilaporkan mengangkut 47 orang, delapan di antaranya warga negara Rusia. Sukhoi SuperJet-100 ini hilang kontak dengan menara pengawas pada pukul 14.33, dengan koordinat terakhir 6 derajat 43' o8 Lintang Selatan dan 106 derajat 43' 15 Bujur Timur atau sekitar wilayah Gunung Salak, Jawa Barat, pada ketinggian 1500 kaki.
Sukhoi SSJ 100 merupakan pesawat penumpang untuk jarak tempuh menengah yang dirancang sejak tahun 2000. Superjet 100 menjadi pesawat penumpang pertama sejak keruntuhan Uni Soviet dan juga merupakan pesawat sipil pertama buatan Sukhoi yang terkenal dengan jet tempurnya. Menurut kantor berita RIA Novosti, biro rancang pesawat itu bermitra dengan berbagai pihak asing dalam pengembangan Superjet 100, termasuk Boeing, dimana sejumlah ahlinya turut serta dalam merancang pesawat tersebut. Sejumlah pihak asing yang juga mengerjakan Superjet 100 diantaranya adalah perusahaan asal Italia, Finnmeccanica, yang menjadi investor terbesar, perusahaan asal Prancis Snecma untuk mesin dan perusahaan Thales untuk perangkat avionik.
Superjet 100 melakukan terbang perdananya pada 2008 dan mendapat sertifikasi untuk beroperasi di Rusia pada 2011 dan di Uni Eropa pada Februari 2012. Pesawat tersebut dibuat dengan tujuan untuk menggantikan pesawat Tupolev Tu-134 dan Yakovlev Yak-42 dan bersaing dengan pesawat penumpang dari perusahaan asal Brazil, Embraer E-Jets dan perusahaan asal Kanada, Bombardier CRJ dengan menawarkan alternatif yang lebih murah dari keduanya. Pesawat tersebut terjual secara lambat namun berkesinambungan di pasar yang amat berkompetisi, dimana Maskapai Aeroflot asal Rusia mengoperasikan sebanyak tujuh unit dan maskapai asal Armenia, Armavia sebanyak satu unit.
Menurut kabar tidak ada satu pun maskapai yang menghentikan pengoperasian Sukhoi Superjet 100 pasca terjadinya kecelakaan pesawat sejenis di Indonesia pada Rabu. Sebelum kecelakaan terjadi, Sukhoi mendapat pesanan Superjet 100 sebanyak 100 unit termasuk dari maskapai Rusia Transaero. Tidak ada keterangan jelas apakah sejumlah konsumen berkeputusan untuk membatalkan, karena penyebab tragedi Sukhoi ini perlu diteliti lebih lanjut. Apakah ini human-error atau machine-error sehingga koordinasi antara manusia dan mesin tidak berjalan mulus seperti semestinya.
Pesawat jatuh di area tebing sehingga repling (turun tebing dengan menggunakan tali) cukup sulit dilakukan.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, telah menghubungi presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, untuk menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya para korban. Beliau juga menawarkan bantuan untuk mengidentifikasi korban, serta ahli pesawat untuk meneliti penyebab kecelakaan melalui identifikasi reruntuhan pesawat tersebut. Sementara Pak SBY menyempatkan diri menemui keluarga para korban sebelum berangkat kunjungan kerja ke Bali, Rusia juga siap mengirimkan dua buah pesawat jet Ilyushin Il-76 dan dua helikopter VK-117 beserta regu penyelamat dengan peralatan lengkap buat membantu proses evakuasi korban. Seluruh penumpang korban jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 bakal mendapat santunan asuransi dengan nilai keseluruhan mencapai USD 300 juta setara Rp 2,7 triliun, seperti dilansir dari kantor berita resmi Rusia RIA Novosti, Kamis (10/5).
Menurut seorang sumber Sukhoi, mereka telah bekerja sama dengan perusahaan asuransi Grup Rossgosstrakh sejak 2008. Mereka menegaskan bertanggung jawab penuh dalam insiden ini dan akan membayarkan santunan kepada pihak keluarga.
Komite investigasi Republik Federasi Rusia mulai mengusut kasus kecelakaan pesawat komersil Sukhoi SuperJet 100 di Indonesia. Juru bicara komite Vladimir Markin mengatakan penyelidikan kecelakaan pesawat itu mulai dibuka berlandaskan Ayat tiga Pasal 263 Undang-undang Kejahatan Rusia tentang pelanggaran keamanan dan pengoperasian pesawat terbang. Tugas utama dari penyelidik adalah memeriksa seluruh prosedur persiapan awak dan kondisi pesawat sebelum terbang meninggalkan Jakarta serta menanyai seluruh teknisi yang mempersiapkan pesawat sebelum terbang, serta perwakilan dari Perusahaan Pesawat Sipil Sukhoi (Sukhoi Civil Aircraft Company) yang bertanggung jawab dalam desain dan perencanaan sebelum pesawat jet itu dioperasikan. Semua pihak pasti tidak sabar menunggu hasil penelitian Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKP).
Dalam sebuah penerbangan peran Pemandu Lalu Lintas Udara (Air Traffic Controller) amatlah penting. ATC adalah penyedia layanan yang mengatur lalu-lintas di udara, terutama pesawat terbang untuk mencegah pesawat terlalu dekat satu sama lain agar tidak tabrakan. Seperti dikutip dari website kemenhub.go.id, tugas ATC yang tercantum di dalam Annex 2 (Rules of the Air) dan Annex 11 (Air Traffic Services) Konvensi Chicago 1944 adalah mencegah terjadinya tabrakan antar pesawat, mencegah tabrakan pesawat dengan obstructions, mengatur arus lalu lintas udara yang aman, cepat dan teratur kepada pesawat terbang, baik berada di darat atau yang sedang terbang, melintas dengan menggunakan jalur yang telah ditentukan. Untuk melaksanakan tugas tersebut diperlukan seorang petugas ATC dalam pengaturan arus lalu lintas udara yang dimulai dari pesawat melakukan kontak (komunikasi) pertama kali sampai dengan pesawat tersebut mendarat (landing) di bandara tujuan. Peran ini juga dilakukan sebelum hilang kontak, sang pilot diketahui sempat meminta izin kepada ATC untuk menurunkan ketinggian dari 10 ribu kaki ke 6 ribu kaki. Pertanyaannya adalah mengapa? Seorang pilot yang notabene memiliki sejumlah pengalaman itu sudah mempelajari peta wilayah terbang. Pilot asal Rusia itu juga diyakini telah mengetahui ketinggian gunung yang akan dilintasinya. Semua penyebab pasti kecelakaan itu hanya dapat diketahui dari kotak hitam (Black Box) pesawat.
Sekelumit tanggapan dari Mr.Syafiq Basri Assegaf bahwa dua pihak terkena dampak Superjet naas itu. Pertama, ia mencoreng nama baik industri penerbangan Indonesia yang sedang berjuang untuk mendongkrak reputasi. Kedua, yang tampaknya paling terpukul, adalah reputasi industri penerbangan Rusia. Superjet itu membawa harapan besar bagi Rusia, yang tengah ngotot berupaya meningkatkan nama baik industrinya dengan sejumlah prestasi membanggakan. Apa boleh buat, jatuhnya Sukhoi ini – sekitar satu pekan setelah inagurasi Presiden Rusia Vladimir Putin untuk ketiga kalinya – jelas memperdalam ‘luka’ industri penerbangan Rusia yang selama ini harus berurusan dengan berbagai masalah keamanan, kerusakan dan beberapa ‘crash’ yang membawa banyak kematian, sehingga sulit menjualnya di luar wilayah bekas Uni Soviet, Iran, Kuba dan sebagian Afrika.
Pesawat Superjet itu berharga sekitar US$31,7 juta (sekitar Rp285 milyar), yakni sekitar 30% lebih murah ketimbang harga pesawat jet jarak-pendek sejenis yang diproduksi Kanada. Itu sebabnya, Sukhoi berharap dapat menjual seribu unit selama dua dasawarsa ke depan. Jika nanti analis menemukan ‘human error’ sebagai penyebab jatuhnya pesawat di Cidahu itu, boleh jadi rencana pembelian 240 unit oleh berbagai pihak akan berjalan lancar. Sebaliknya, jika nantinya ditemukan cacat dalam desain pesawat, maka bukan mustahil semua order pembelian yang ada bisa batal.
Sumber: Merdeka.com, Antara.com